Sunday, July 3, 2016

Buat Apa ke Gereja ...

Buat apa ke gereja kalau kamu hobi membicarakan kehidupan orang lain...
Buat apa ke gereja kalau kamu hobi bersaksi dusta...
Buat apa ke gereja kalau kamu menjadi batu sandungan bagi orang lain...
Buat apa ke gereja kalau kamu tidak menjadi berkat bagi orang lain...
Buat apa ke gereja kalau kamu tidak memiliki kasih...
Buat apa ke gereja kalau kamu tidak mencerminkan kasih Kristus...
Buat apa ke gereja kalau kamu cuma takut Tuhan marah...
Buat apa ke gereja kalau kamu cuma karena tidak mau masuk neraka...
Buat apa ke gereja kalau kamu cuma mau berkat Tuhan...
Buat apa ke gereja kalau kamu cuma terbiasa dengan rutinitas mingguan...

Apakah ada kasih dalam hatimu?
Apakah ada ungkapan syukur?
Apakah kamu merindukan Tuhan?
Apakah kamu mengasihi Tuhan?

"Ya Tuhan, aku tidak takut masuk neraka sekalipun asalkan Tuhan besertaku. Amin."

Nikmatnya Lapar ?

"Ya Tuhan, aku bersyukur atas makanan dan minuman ini. Berkatilah makanan dan minuman ini agar menjadi kekuatan bagiku. Terima kasih Tuhan, amin"

Kurang lebih itulah doa yang acapkali saya haturkan ke hadirat Tuhan setiap kali saya hendak menyantap makanan baik di pagi, siang, maupun sore hari. Bertahun-tahun bahkan sejak mengerti kewajiban berdoa (sejak dini), saya selau berdoa dengan konten demikian.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, saya mulai memiliki perasaan lain, yakni rasa lapar lebih nikmat dibandingkan rasa kenyang! Ya benar, lapar lebih nikmat dibandingkan kenyang. 

Sebagai manusia, kita sudah merasakan ribuan bahkan jutaan kali rasa lapar dan kenyang. Perasaan tersebut berlalu begitu saja selama kita hidup, tanpa kita maknai dan renungkan lebih dalam. Mungkin ada banyak orang yang berpuasa untuk kesehatan, maupun alasan agamis. Namun rasa lapar sendiri belum "dihargai" secara "sepantasnya". 

Pada saat lapar, kita akan makan dan setelah kita makan, rasa kenyang pun datang, dan beberapa jam kemudian datang lagi rasa lapar. Begitu seterusnya tanpa henti.

Selama beberapa tahun belakangan, saya coba mendalami rasa lapar dan kenyang, Pada saat lapar, saya merasakan bahwa saya bisa berpikir lebih optimal. Mungkin banyak orang yang akan memperdebatkan opini ini. Namun saya merasa demikian. Berpikir optimal tidak hanya berbicara terkait pekerjaan, ataupun studi, tetapi lebih luas dari itu. 
-Saya lebih memaknai hidup bahwa rezeki dan makanan berasal dari Tuhan
-Saya merasakan bahwa manusia lemah, sehingga mengingatkan saya untuk tetap rendah hati

Hal lainnya adalah saat merasakan lapar, saya memikirkan dan membayangkan makanan apa yang hendak saya santap. Berbagai menu makanan muncul dalam benak saya. Satu per satu menu saya pertimbangkan untuk menjadi pilihan. Hal tersebut saya pahami sebagai kenikmatan tersendiri. Seringkali setelah kita menyantap makanan, belum tentu senikmat pada saat kita membayangkannya.

Jadi, apakah rasa lapar lebih nikmat?

Toko (Jam Tangan) Mahkota

Dalam satu kesempatan, saya pergi ke Toko Mahkota (TM) yang menjual jam tangan. Saya pergi ke sana karena informasi dari beberapa teman bahwa harga yang ditawarkan toko tersebut cukup murah dibandingkan toko sejenis.

Sesampainya di LTC Trade Center, saya langsung mencari alamat TM yaitu (berdasarkan hasil browsing H-1) Lt. 1 unit B3-B5. Dengan cepat saya tiba di lantai yang dimaksud, tetapi kesulitan menemukan TM. Saya berputar-putar di lantai 1 dan menemukan 1 toko yang menjual jam tangan dan beberapa calon pembeli sedang melihat-lihat jam tangan. Namun tidak ada pengenal bahwa toko tersebut adalah TM yang saya cari. Akhirnya saya terus memutari lantai tersebut dan tidak menemukan toko jam tangan lainnya.

Untuk meyakinkan bahwa itu adalah TM, saya bertanya kepada satpam di dekat lift, dan kemudian satpam memberikan petunjuk ke arah toko jam tangan yang saya lihat tadi. Setelah diberikan arahan, saya berujar kepada satpam tersebut, "Oh, toko yang di tengah itu ya pak." Satpam mengangguk, dan saya mengucapkan terima kasih lalu pergi ke arah yang ditunjuk satpam tersebut.

Ketika sampai di toko jam tersebut, saya langsung melihat-lihat etalase kaca yang berisi ratusan jam. Tidak lama setelah itu, seorang petugas toko menghampiri saya, dan kemudian saya bertanya, "Pak, ini toko mahkota ya?". Kemudian Bapak tersebut menjawab, "Itu masih tutup" - sambil menunjuk ke arah sebelah toko. Saya agak kaget dan panik karena merasa salah bertanya, kemudian saya merespon balik, "Oh, kalau begitu, ini namanya toko apa?". Bapak tersebut menjawab, "ini toko fosil!"