Friday, March 25, 2016

Egoisme Manusia Kota

Sepulang dari ibadah Jumat Agung pagi ini, saya melihat dua orang pemudi dengan pakaian yang cukup sederhana. Salah seorang dari mereka membawa dus (sebesar dus mie instant), yang mana isi dari dus tersebut adalah bungkusan kecil kue kering. Kalau saya tidak salah lihat, satu bungkus berisi tiga macam kue kering. Kedua pemudi tersebut hendak membagikan kepada para jemaat yang berjalan melewati pintu keluar gereja. Tidak sedikit orang-orang yang menolak dengan mengacungkan telapak tangan, ataupun bersikap cuek. Namun ada juga yang menerima kue tersebut. Setelah saya perhatikan beberapa saat, nampaknya kue itu dibagikan cuma-cuma alias gratis.

Menjadi menarik karena setiap orang yang menolak menerima kue tersebut akan diikuti dengan tolakan dari orang-orang di belakangnya, sampai dengan periode tertentu baru akan ada orang yang menerima kue tersebut maka orang-orang di belakang orang tersebut akan menerimanya juga. Begitu terus pola itu berulang. Dengan suara agak lantang salah satu ibu berkata demikian, "Oh tester?". Pertanyaan tersebut ditindaklanjuti oleh ibu tersebut dengan meminta lebih kue tersebut dan diikuti dengan orang-orang di belakangnya sampai kue habis. Namun hal unik lainnya menurut saya, suara dari pemudi tersebut tidak terdengar oleh saya (atau memang mereka tidak berkata-kata), sehingga tujuan mereka membagikan kue di interpretasikan berbagai macam, salah satu contohnya berjualan, sedangkan ekstrimnya adalah kampanye.

Mungkin apabila disampaikan dengan jelas oleh kedua pemudi bahwa kue tersebut dibagikan cuma-cuma maka kue tersebut sudah habis dibagikan dari awal.

Dari berita di televisi yang saya saksikan, beberapa hari lalu seorang pengemis laki-laki muda berumur 22 tahun ditangkap oleh SatPolPP untuk dibina. Pada saat dilakukan pemeriksaan, ternyata pengemis tersebut membawa buku tabungan dan uang tunai sebesar Rp 3jt, dan lebih mengagetkan lagi setelah buku tabungannya diperiksa, terdapat uang tabungan sebesar Rp 20jt. Dan dari pengakuan pengemis tersebut bahwa dia bisa memperoleh Rp 300rb - Rp 600rb per hari dari hasil mengemis. Tentunya ini adalah angka yang fantastis.

Berdasarkan contoh pembagian kue, saya melihat fenomena egoisme manusia (tidak semua orang, tetapi cukup banyak). Orang dengan mudahnya menolak dengan melambaikan tangan karena "takut dijebak" dan diminta membeli, sedangkan ada juga orang yang mengambil keuntungan setelah tahu bahwa itu gratis. Sedangkan contoh pengemis muda dan "kaya" tersebut seakan memperkuat contoh pertama, yaitu orang akan lebih selektif lagi dan cenderung defensif dalam memberikan (uang) ataupun menerima sesuatu.

Memang tidak benar menerima sesuatu secara sembarangan apalagi makanan, dan juga tidak benar untuk memberikan sumbangan ke pengemis, dan secara peraturan daerah memberikan uang juga telah melarangnya. Namun dalam kacamata yang lebih besar, hendaknya kita tidak menjadi manusia yang cuek dan egois dan tidak peduli sekitar.

Sekian.

No comments:

Post a Comment