Tuesday, October 4, 2016

Bedankt Netherlands!

Christian Shelter di Red Light District
Red Light District (1)
Saya menginap di Christian Shelter, yang terletak di red light district di Kota Amsterdam. Sejujurnya sedari awal memesan hotel ini saya mengabaikan informasi terkait frasa "red light district" dan hanya berfokus pada frasa "christian shelter", tetapi saat baru tiba dari Amsterdam Centraal dan mencari hostel ini, saya baru sadar bahwa yang dimaksud dengan red light district, benar-benar red! Hahahaha, karena para perempuan menjajakan dirinya di tempat semacam ruko-ruko dengan pintu dan kaca transparan dengan pakaian yang sangat-sangat minim. Dan apabila kita menoleh ke arah ruko tersebut, maka perempuan tersebut akan menatap dengan tajam dan mencoba menggoda, dan berdasarkan informasi dari Sandeman Tour, tarif minimum kencan adalah sebesar 50 Euro, wow!


Red Light District (2)
Red Light District (3)

Christian Shelter (1)
Christian Shelter sendiri merupakan hostel non profit, yang dikelola satu orang karyawan bernama Taka, seorang ex Jepang yang sudah tinggal di Belanda selama 18 tahun dan menikah dengan perempuan Belanda, sehingga Taka sudah menjadi warga negara Belanda. Taka dibantu oleh banyak sukarelawan. Para sukarelawan merupakan mahasiswa ataupun mahasiswi yang sedang belajar di Amsterdam. Adapun asal negara mereka bermacam-macam, ada yang dari Belanda, Polandia, Jerman, USA, Slovenia, dll. Para sukarelawan bergantian secara paruh waktu mengerjakan seluruh pekerjaan hostel termasuk pekerjaan administratif, memasak, mengepel, sampai dengan membersihkan toilet.
Christian Shelter (2)


Christian Shelter (3)
Christian Shelter Volunteers
Saya menyempatkan mengobrol dan makan siang bersama dengan Taka dan beberapa sukarelawan. Kesan saya adalah mereka sangat hangat dan bersahabat. Sebetulnya malam itu saya diundang untuk mengikuti persekutuan mereka pada pukul 19.30 waktu Amsterdam, tetapi karena terlalu lelah, saya memutuskan untuk tidur.

Sandeman Tour
Apabila bepergian ke negara-negara Eropa bukan melalui tur, saya menyarankan untuk mendaftarkan diri mengikuti Sandeman Tour melalui internet. Sandeman Tour memiliki beberapa paket tur yang berbeda-beda di setiap negara yang disesuaikan dengan ciri khas masing-masing negara. Namun ada kesamaan Sandeman Tour di seluruh negara, yakni adanya tur gratis. Misalkan, kalau di Belanda, Amsterdam Tour (Free), Red Light District Tour (... Euro), Bicycle Tour (...Euro), dll. Saya sendiri mengikuti Amsterdam Tour yang tidak berbayar, tetapi pada akhir tur, seluruh peserta tur memberikan tips secara sukarela kepada tour guide.


with Sanderman Tour Leader

Desain Kota

Amsterdam (1)
Berdasarkan informasi dari Sandeman Tour, Kota Amsterdam memang didesain sejak dahulu kala sebagai kota pejalan kaki dan pesepeda, sehingga seluruh jalan mendukung terutama untuk dua jenis moda transportasi tersebut. Sedangkan transportasi masal seperti kereta, trem, dan bus digunakan hanya untuk mendukung transportasi yang tidak bisa dijangkau melalui berjalan kaki maupun bersepeda. Adapun motor dan mobil sangat terbatas jumlahnya. Udara yang bersih dan suhu yang sejuk (sekitar 15 derajat celcius pada musim gugur) tidak membuat keringat bercucuran saat mengendarai sepeda bahkan apabila menggunakan jas sekalipun.



Amsterdam (2)
Amsterdam (3)



Amsterdam (5)
Amsterdam (4)
Amsterdam (6)














Gaya Mengendarai

Pesepeda jumlahnya sangat banyak di Amsterdam, dan mereka mengendarai sepeda dengan kecepatan tinggi (untuk ukuran sepeda), sehingga pejalan kaki seperti saya harus terus berhati-hati kala menyeberang jalan. Pesepeda juga menggunakan bel sepeda ataupun siulan mulut untuk mengingatkan pejalan kaki agar tidak menghalangi jalan mereka.
Sama halnya dengan pesepeda, banyak dari pengendara motor dan mobil juga mengendarai dengan kecepatan yang tinggi. Tidak jarang terdengar bunyi gas yang begitu besar (digeber) dan juga rem pakem saat mobil atau motor menahan lajunya. Namun selama saya di Amsterdam, saya belum pernah menyaksikan adanya kecelakaan.

Sepeda di Amsterdam

Handphone
Pengamatan singkat saya selama di Eropa ialah dari kurang lebih sepuluh pengguna iphone yang saya lihat, delapan diantaranya menggunakan iphone 5, dan dua lainnya sudah menggunakan iphone 6. Dan menariknya, mayoritas jumlah pengguna iphone 5 adalah anak remaja dan anak muda! Sangat kontras dengan di Indonesia, khususnya Jakarta.


Zaanse Schans
Merupakan daerah pinggiran Amsterdam yang melestarikan kincir angin, yang mana saat ini hanya dimanfaatkan sebagai tempat wisata (kincir angin sudah tidak dipergunakan untuk tujuan awal). Daerah ini sangat asri dan indah karena menawarkan kesederhanaan layaknya sebuah desa tradisional Belanda.


Wind Mill (1)
Wind Mill (2)
Wind Mill (3)

Pada saat saya tiba di Zaanse Schans, cukup banyak turis mancanegara yang sedang mengunjungi daerah tersebut menggunakan tur. Mereka memasuki salah satu rumah toko dan juga difungsikan sebagai museum, saya mencoba mengikuti mereka, tetapi ternyata harga tiket masuk rumah tersebut agak mahal buat saya yaitu 4 Euro, yang mana belum terlalu jelas juga bagi saya apa yang dapat dilihat di dalam rumah tersebut. Rumah tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian halaman depan, ruang tengah (toko), ruang belakang (museum). Tiba-tiba terpikirlah suatu trik, saya membeli coklat panas seharga 2 Euro di toko tersebut. Setelah membayar coklat panas dan mengobrol akrab dengan sang nenek penjual, saya minta izin untuk duduk dan minum di dalam museum (ruang ketiga). Namun sang nenek menjawab dengan tegas dan sopan, "kamu tidak boleh duduk di dalam, duduklah di luar". Hahahaha, (ampun nek, dalam hati saya). Akhirnya saya duduk di luar, dan trik saya pun gagal total.

Toilet
Beberapa toilet yang saya gunakan di tempat umum, seluruhnya menggunakan mesin untuk masuk ke dalamnya. Dengan memasukan uang koin seharga 0.7 Euro (equivalen 10.500 IDR), pintu/gerbang dapat terdorong (pintu/gerbang yang dimaksud adalah seperti pintu/gerbang di halte transjakarta/ stasiun commuterline saat kita menempelkan kartu sebelum masuk). Mahalnya harga masuk toilet membuat saya sedikit menyesal setelah masuk toilet, namun apa daya kalau sudah kebelet. Setelah buang air kecil, biasanya saya merasa "tidak rela" apabila langsung keluar toilet, tapi juga tidak bisa buang air besar karena bukan jadwalnya. Sedangkan mandi pun tidak memungkinkan dan terlalu berlebihan. Jadi saya hanya maksimalkan untuk mencuci tangan dengan sabun, dan mencuci muka. Ya, sudah maksimal.

No comments:

Post a Comment