Monday, October 3, 2016

Locked Up Abroad di Imigrasi Belanda

Pernahkah anda menonton tayangan televisi berbayar dengan acara bernama Locked Up Abroad? Acara tersebut menceritakan kisah nyata dari kejahatan yang pernah dilakukan seseorang di negara yang bukan negara asal si penjahat (tokoh utama cerita), dan pada bagian klimaks cerita adalah si penjahat tertangkap polisi karena ulahnya, kemudian pada akhir cerita penjahat bertobat dan membagi pengalaman buruknya pada masa muda untuk kemudian di serialkan. Kebetulan hampir seluruh serial yang saya tonton menceritakan kejahatan penyelundupan narkoba dan seringkali tertangkap di bandara. Begitulah penggambaran acara tersebut versi saya.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3.5 jam dari Istanbul, saya tiba di Schiphol (bandara di Amsterdam). Sambil berjalan keluar bandara, saya sempat mengabadikan adanya pelangi di luar bandara, kemudian saya melanjutkan perjalanan ke arah imigrasi. Setelah melewati antrian yang tidak terlalu panjang, tibalah giliran saya untuk dilakukan cap kedatangan pada paspor. Petugas bertanya kepada saya beberapa hal seperti tujuan ke eropa apa, pergi ke negara mana saja, apakah saya pergi sendirian saja, dan yang terakhir adalah petugas menayakan berapa uang yang saya bawa. Entah karena terlalu santai, kurang konsentrasi, grogi ataupun alasan lainnya, pertanyaan terakhir saya jawab "one hundred". Tanpa sadar, jawaban saya membawa saya untuk diajak masuk oleh petugas imigrasi Amsterdam ke ruang khusus. Sambil berjalan pada ruang tersebut, melewati lorong, saya terus berpikir apa yang salah dari jawaban saya, dan seketika saya sadar telah salah ucap mengenai jumlah uang yang saya bawa. Seharusnya saya sebut "one thousand & one hundred euro", itupun belum termasuk mata uang lain yang saya bawa, yaitu Swiss Franc. Ya Tuhan, betapa bodohnya saya dalam menyebutkan pertanyaan krusial. Ada pepatah klasik, "Penyesalan memang selalu datang terlambat." 

Singkat cerita saya dipersilakan duduk di ruangan khusus, ruang yang mirip dengan tayangan Locked Up Abroad, dan petugas langsung meninggalkan saya seorang diri. Kemudian beberapa petugas bertubuh kekar setinggi +/- 1.85m mondar-mandir melewati ruangan tempat saya duduk. Saya menunggu 15 menit tanpa kepastian yang jelas. Pikiran aneh-aneh mulai memenuhi otak saya, tetapi saya berusaha tenang dan tidak terlihat gugup sedikitpun. Bahkan saking gugupnya saya tidak berani menginformasikan kepada keluarga di rumah. Beberapa kali pada saat beberapa petugas melewati ruang saya berada, saya mencoba menyelak dengan memanggil petugas, "Hi Mr, Let me Explain please". Tetapi petugas cuek saja. Saya merasa makin lemas dan rasanya ada binatang besar di perut saya sampai-sampai sakit rasanya. Saya terus berdoa di dalam hati, sambil berkomunikasi dengan WhatsApp dengan beberapa teman di kantor. Mereka menyarankan agar saya meminta maaf atas slip of tounge dan menunjukan seluruh uang yang saya bawa. Saya pun mulai mempersiapkan seluruh uang yang saya bawa dan saya juga menyiapkan seluruh kartu kredit, ID card perusahaan, kartu nama.

Akhirnya setelah menunggu +/- 35 menit, dua orang petugas bersiap menginterview saya. Mereka nampak santai namun tetap terlihat sangat tegas. Pertama-tama saya langsung meminta maaf atas kesalahan saya dalam menyebutkan nominal Euro yang saya bawa, kemudian saya juga menjelaskan tujuan saya ke negara mana saja, saya juga menawarkan untuk memperlihatkan uang yang saya bawa, tiket hotel, tiket kereta, dan kelengkapan perjalanan lainnya. Mereka tidak mudah percaya begitu saja, dan mencecar dengan pertanyaan-pertanyaan, apakah saya berangkat sendiri saja, ke negara mana saja saya akan pergi, mengapa memilih amsterdam, mengapa saya tidak melalui tur, dst.

Setelah menjelaskan semua pertanyaan yang ditanyakan, saya meminta izin untuk memperlihatkan uang euro yang saya bawa, seluruh kartu kredit yang saya miliki, ID card perusahaan, kartu nama, itinerary, seluruh tiket pesanan hotel, seluruh tiket penerbangan, seluruh tiket kereta di negara eropa. Kemudian uang saya dihitung lembar demi lembar dan dicatat, jadwal saya dicatat dengan detail, setelah itu mereka juga menanyakan pagu kredit kartu kredit saya satu per satu kemudian di konversi ke Euro, begitu juga dengan seluruh tiket pesanan hotel, pesawat, dan kereta dicek dengan seksama oleh petugas. Bersamaan dengan pengecekan tersebut, saya meyakinkan mereka sambil menunjukan ID card perusahaan dan kartu nama bahwa saya memiliki uang yang cukup untuk liburan di Eropa dan akan kembali ke Indonesia karena saya memiliki pekerjaan yang baik.

Mereka nampaknya juga belum yakin, dan terus menayakan apakah saya mempersiapkan semuanya sendirian, karena itinerary yang saya buat begitu detail menurut mereka, dan mereka tidak pernah melakukan ataupun orang lain yang pernah melakukan hal serupa. Liburan ala mereka adalah hanya menyiapkan tiket pesawat, membawa uang, mencari bar, dan sisanya akan mengalir begitu saja. Saya menjelaskan bahwa saya adalah orang yang detail, karena salah pekerjaan di kantor adalah membuat Standard Operating Procedure (SOP) dan untuk penyusunan jadwal liburan dibantu oleh beberapa rekan.

Sambil menggelengkan kepada, akhirnya mereka mengatakan, "I'm proud of you!", dan yang lain menimpali, "Yes, I didn't see before like you", dan kemudian memberikan jabatan tangan serta tepukan pundak hangat, "Welcome to Amsterdam and happy holiday!"

Thank you God!

No comments:

Post a Comment